Saturday 7 March 2015

KITAB MAFAHIM YAJIBU AN TUSHAHHAH
(Paham-paham yang Harus Diluruskan)
Oleh:
Prof. DR. Sayyid Muhammad Alwi al Maliki al Hasani al Makki
 


SIKAP SYAIKH MUHAMMAD IBN ‘ABDUL WAHHAB MENYANGKUT  TAKFIR

Syaikh Muhammad ibn ‘Abdul Wahhab Rahimahullah memiliki sikap mulia dalam hal pentakfiran. Sebuah sikap yang dipandang aneh oleh mereka yang mengklaim sebagai pendukungnya kemudian memvonis kafir secara serampangan terhadap siapapun yang berbeda jalan dan menolak pemikiran mereka. Padahal Syaikh Muhammad ibn ‘Abdul Wahhab sendiri menolak semua pandangan-pandangan tak berharga yang dialamatkan kepadanya. Dalam sebuah risalah yang dikirimkannya kepada penduduk Qashim pada bahasan tentang aqidah ia menulis sebagai berikut :
Telah jelas bagi kalian bahwa telah sampai kepadaku berita mengenai risalah Sulaiman ibn Suhaim yang telah sampai kepada kalian dan bahwa sebagian ulama didaerah kalian menerima dan membenarkan isi risalah tersebut. Allah mengetahui bahwa Sulaiman ibn Suhaim mengada-ada atas nama saya ucapan-ucapan yang tidak pernah aku katakan dan kebanyakan tidak terlintas sama sekali di hatiku.
Diantaranya : ucapan Sulaiman bahwa saya menganggap sesat semua kitab madzhab empat, bahwa manusia semenjak 600 tahun yang silam tidak menganut agama yang benar. Saya mengklaim mampu berijtihad dan lepas dari taqlid.
Perbedaan para ulama adalah malapetaka dan saya mengkafirkan orang yang melakukan tawassul dengan orang-orang shalih, dan saya mengkafirkan Imam Al-Bushoiri karena ucapannya: Wahai Makhluk paling mulia.
Seandainya saya mampu meruntuhkan kubah Rasulullah shollallaah ‘alaih wa sallam maka saya akan melakukannya dan jika mampu mengambil talang Ka’bah yang terbuat dari emas maka saya akan menggantinya dengan talang kayu. Saya mengharamkan ziarah ke makam Nabi shollallaah ‘alaih wa sallam, mengingkari ziarah ke makam kedua orang tua dan makam orang lain, saya mengkafirkan orang yang bersumpah dengan selain Allah, mengkafirkan Ibnu Faridl dan Ibnu ‘Araby, dan bahwasanya saya membakar kitab Dalailul Khairaat dan Raudlul Rayaahin yang kemudian saya namakan Raudlul Syayaathiin.

Jawaban saya atas tuduhan telah mengucapkan perkataan-perkataan di atas adalah firman Allah yang artinya: “Maha suci Engkau ( ya Tuhan kami ), ini adalah Dusta yang besar.” ( Q.S.An.Nuur : 16 )
Sebelum apa yang saya alami terjadi, peristiwa mirip pernah dialami Nabi shollallaah ‘alaih wa sallam, beliau dituduh telah memaki Isa ibn Maryam dan orang-orang shalih. Hati mereka yang melakukan perbuatan terkutuk ini sama persis sebab menciptakan kebohongan dan ucapan palsu. Allah berfirman :

إنَّمَا يَفْتَرِى الْكَذِبَ الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِآيَاتِ الله

“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah.” ( Q.S.An.Nahl : 105 )
Kafir Quraisy melontarkan tuduhan palsu bahwa Nabi shollallaah ‘alaih wa sallam mengatakan bahwa Malaikat, Isa dan ‘Uzair berada di neraka. Lalu Allah menurunkan firman-Nya :

إن الذين سبقت لهم منا الحسنى أولئك عنها مبعدون

“Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami, Mereka itu dijauhkan dari neraka.”( Q.S.Al.Anbiyaa` : 101 )

RISALAH PENTING LAIN KARYA SYAIKH MUHAMMAD IBN ABDUL WAHHAB DALAM MASALAH PENTAKFIRAN

Risalah ini dikirimkan kepada Al-Suwaidi, seorang ulama Iraq. Sebelumnya Al-Suwaidi mengirimkan buku dan menanyakan mengenai apa yang diperbincangkan masyarakat. Kemudian Syaikh menjawab dalam risalahnya:
Tersebarnya kebohongan adalah hal yang membuat orang yang berakal merasa malu untuk menceritakannya apalagi untuk membuat-buat hal-hal yang tidak ada faktanya. Sebagian dari apa yang kalian katakan adalah bahwasanya saya mengkafirkan semua orang kecuali mereka yang mengikutiku. Sungguh aneh, bagaimana mungkin kebohongan ini masuk ke akal orang yang berakal? Dan bagaimana mungkin seorang muslim akan melontarkan ucapan demikian?
Dan apa yang kalian katakan: Seandainya saya mampu meruntuhkan kubah Nabi shollallaah ‘alaih wa sallam niscaya saya akan merealisasikannya, membakar dalailul khairaat jika mampu dan melarang bersholawat kepada Nabi dengan ungkapan sholawat apapun. Perkataan-perkataan ini dikategorikan kebohongan. Dalam hati seorang muslim tidak terbersit dalam hatinya sesuatu yang lebih agung melebihi Kitabullah (Al-Qur’an).

Pada halaman 64 dari kitab yang sama Syaikh berkata : Apa yang kalian katakan bahwa saya telah mengkafirkan orang yang melakukan tawassul dengan orang-orang shalih, mengkafirkan Bushoiri karena ungkapannya: Wahai makhluk paling mulia, mengingkari diperkenankannya ziarah kubur Nabi shollallaah ‘alaih wa sallam, kuburan kedua orang tua dan kuburan-kuburan orang lain serta mengkafirkan orang yang bersumpah menggunakan nama selain Allah, maka jawaban saya atas semua tuduhan ini adalah Firman Allah yang Artinya: “Maha suci Engkau ( ya Tuhan kami ), ini adalah Dusta yang besar.”( Q.S.An.Nuur : 16 )

MEMAKI ORANG ISLAM ADALAH TINDAKAN FASIQ, DAN MEMERANGINYA ADALAH TINDAKAN KUFUR

Ketahuilah bahwa membenci, memboikot dan berseberangan dengan kaum muslimin adalah haram, memaki orang Islam adalah tindakan fasiq dan memeranginya adalah tindakan kufur jika menilai tindakan tersebut adalah halal.
Kisah mengenai Khalid ibn Walid bersama pasukannya ketika menuju Bani Jadzimah untuk mengajak mereka masuk Islam cukup digunakan untuk menolak pemahaman harfiah ( literal ) dari judul di atas. Saat Khalid tiba di tempat mereka, mereka menyambutnya. Lalu Khalid mengeluarkan instruksi, “Peluklah agama Islam!”. “ Kami adalah kaum muslimin,” Jawab mereka. “ Letakkan senjata kalian dan turunlah.” Lanjut Khalid. “Tidak, demi Allah. Karena setelah senjata diletakkan pasti ada pembunuhan. Kami tidak bisa mempercayai kamu dan orang-orang yang bersama kamu.” Jawab mereka kembali. “Tidak ada perlindungan buat kalian kecuali jika kalian mau turun,” Kata Khalid. Akhirnya sebagian kaum menuruti perintah Khalid dan sisanya tercerai berai.
Dalam riwayat lain redaksinya sebagai berikut: Ketika Khalid tiba bertemu mereka, mereka menyambutnya. Lalu Khalid bertanya, “Siapakah kalian? Apakah kaum muslimin atau kaum kafir?”. “Kami adalah kaum muslimin yang menjalankan sholat, membenarkan Muhammad, membangun masjid di tanah lapang kami dan mengumandangkan adzan di dalamnya.” Jawab mereka. Dalam lafadz hadits, mereka tidak bisa mengucapkan Aslamnaa , akhirnya mereka mengatakan Shoba’naa Shoba’naa. “ Buat apa senjata yang kalian bawa?, tanya Khalid. “Ada permusuhan antara kami dan sebuah kaum Arab. Oleh karena itu kami khawatir kalian adalah mereka hingga kami pun membawa senjata.” Jawab mereka. “ Letakkan senjata kalian!” Perintah Khalid. Mereka pun mengikuti perintah Khalid untuk meletakkan senjata. “Menyerahlah kalian semua sebagai tawanan!” Lanjut Khalid. Kemudian Khalid menyuruh sebagian dari kaum untuk mengikat sebagian yang lain dan membagikan mereka kepada pasukannya.
Ketika tiba waktu pagi, juru bicara Khalid berteriak : “Siapapun yang memiliki tawanan bunuhlah ia!”. Maka Banu Sulaim membunuh tawanan mereka. Namun kaum Muhajirin dan Anshor menolak perintah ini. Mereka malah melepaskan para tawanan. Ketika tindakan Khalid ini sampai kepada Nabi shollallaah ‘alaih wa sallam, beliau berkata, “ Ya Allah, saya tidak bertanggung jawab atas tindakan Khalid.” Beliau mengulang ucapan ini dua kali.

Ada pendapat yang menyatakan bahwa Khalid mengira mereka mengatakan Shoba’naa Shoba’naa dengan angkuh dan menolak tunduk kepada Islam. Hanya saja yang disesalkan Rasulullah adalah ketergesa-gesaan dan ketidak hati-hatiannya dalam menangani kasus ini sebelum mengetahui terlebih dulu apa yang dimaksud dengan Shoba’naa Shoba’naa. Nabi shollallaah ‘alaih wa sallam sendiri pernah mengatakan :

نعم عبد الله أخو العشيرة خالد بن الوليد من سيوف الله سله الله على الكافرين والمنافقين

“ Sebaik-baik hamba Allah adalah saudara kabilah Quraisy; Khalid ibn Walid, salah satu pedang Allah yang terhunus untuk menghancurkan orang-orang kafir dan munafik”.

Persis seperti apa yang dialami Khalid adalah peristiwa yang menimpa Usamah ibn Zaid kekasih dan putra kekasih Rasulullah shollallaah ‘alaih wa sallam berdasarkan hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari dari Abi Dzibyan. Abi Dzibyan berkata, “Saya mendengar Usamah ibn Zaid berkata, “Rasulullah shollallaah ‘alaih wa sallam mengirim kami ke desa Al-Huraqah. Kemudian kami menyerang mereka di waktu pagi dan berhasil mengalahkan mereka. Saya dan seorang laki-laki Anshar mengejar seorang laki-laki Bani Dzibyan.
Ketika kami berdua telah mengepungnya tiba-tiba ia berkata, “La Ilaaha illallah”. Ucapan laki-laki ini membuat temanku orang Anshor mengurungkan niat untuk membunuhnya namun saya menikamnya dan diapun mati. Ketika kami tiba kembali di Madinah, Nabi shollallaah ‘alaih wa sallam telah mendengar informasi tentang tindakan pembunuhan yang saya lakukan. Beliau pun berkata, “ Wahai Usamah! Mengapa engkau membunuhnya setelah dia mengatakan La Ilaaha illallah?” “Dia hanya berpura-pura,” Jawabku. Nabi mengucapkan pertanyaannya berulang-ulang sampai-sampai saya berharap baru masuk Islam pada hari tersebut.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah shollallaah ‘alaih wa sallam berkata kepada Usamah, “Mengapa tidak engkau robek saja hatinya agar kamu tahu apakah dia sungguh-sungguh atau berpura-pura?”. “Saya tidak akan pernah lagi membunuh siapapun yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah”. Kata Usamah.

Sayyidina Ali radhiyallaah ‘anhu pernah ditanya mengenai kelompok-kelompok yang menentangnya, “Apakah mereka kafir ?”. “Tidak,” jawab Ali, “Mereka adalah orang-orang yang menjauhi kekufuran”. “Apakah mereka kaum munafik ?”. “Bukan, orang-orang munafik hanya sekelebat mengingat Allah sedang mereka banyak mengingat Allah”. “Terus siapakah mereka ?” Ali kembali ditanya. “Mereka adalah kaum yang terkena fitnah yang mengakibatkan mereka buta dan tuli”,  jawab Ali.

Semoga bermanfaat.
Sumber  https://jundumuhammad.wordpress.com
 
 
 

1 comment: