KITAB MAFAHIM YAJIBU AN TUSHAHHAH
(Paham-paham yang Harus Diluruskan)
Oleh:
Prof. DR. Sayyid Muhammad Alwi al Maliki al Hasani al Makki
SIKAP SYAIKH MUHAMMAD IBN ‘ABDUL WAHHAB MENYANGKUT TAKFIR
Syaikh Muhammad ibn ‘Abdul Wahhab
Rahimahullah memiliki sikap mulia dalam hal pentakfiran. Sebuah sikap
yang dipandang aneh oleh mereka yang mengklaim sebagai pendukungnya
kemudian memvonis kafir secara serampangan terhadap siapapun yang
berbeda jalan dan menolak pemikiran mereka. Padahal Syaikh Muhammad ibn
‘Abdul Wahhab sendiri menolak semua pandangan-pandangan tak berharga
yang dialamatkan kepadanya. Dalam sebuah risalah yang dikirimkannya
kepada penduduk Qashim pada bahasan tentang aqidah ia menulis sebagai
berikut :
Telah jelas bagi kalian bahwa telah
sampai kepadaku berita mengenai risalah Sulaiman ibn Suhaim yang telah
sampai kepada kalian dan bahwa sebagian ulama didaerah kalian menerima
dan membenarkan isi risalah tersebut. Allah mengetahui bahwa Sulaiman
ibn Suhaim mengada-ada atas nama saya ucapan-ucapan yang tidak pernah
aku katakan dan kebanyakan tidak terlintas sama sekali di hatiku.
Diantaranya : ucapan Sulaiman bahwa saya
menganggap sesat semua kitab madzhab empat, bahwa manusia semenjak 600
tahun yang silam tidak menganut agama yang benar. Saya mengklaim mampu
berijtihad dan lepas dari taqlid.
Perbedaan para ulama adalah malapetaka
dan saya mengkafirkan orang yang melakukan tawassul dengan orang-orang
shalih, dan saya mengkafirkan Imam Al-Bushoiri karena ucapannya: Wahai
Makhluk paling mulia.
Seandainya saya mampu meruntuhkan kubah
Rasulullah shollallaah ‘alaih wa sallam maka saya akan melakukannya dan
jika mampu mengambil talang Ka’bah yang terbuat dari emas maka saya akan
menggantinya dengan talang kayu. Saya mengharamkan ziarah ke makam Nabi
shollallaah ‘alaih wa sallam, mengingkari ziarah ke makam kedua orang
tua dan makam orang lain, saya mengkafirkan orang yang bersumpah dengan
selain Allah, mengkafirkan Ibnu Faridl dan Ibnu ‘Araby, dan bahwasanya
saya membakar kitab Dalailul Khairaat dan Raudlul Rayaahin yang kemudian
saya namakan Raudlul Syayaathiin.
Jawaban saya atas tuduhan telah
mengucapkan perkataan-perkataan di atas adalah firman Allah yang
artinya: “Maha suci Engkau ( ya Tuhan kami ), ini adalah Dusta yang
besar.” ( Q.S.An.Nuur : 16 )
Sebelum apa yang saya alami terjadi,
peristiwa mirip pernah dialami Nabi shollallaah ‘alaih wa sallam, beliau
dituduh telah memaki Isa ibn Maryam dan orang-orang shalih. Hati mereka
yang melakukan perbuatan terkutuk ini sama persis sebab menciptakan
kebohongan dan ucapan palsu. Allah berfirman :
إنَّمَا يَفْتَرِى الْكَذِبَ الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِآيَاتِ الله
“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah.” ( Q.S.An.Nahl : 105 )
Kafir Quraisy melontarkan tuduhan palsu bahwa Nabi shollallaah ‘alaih
wa sallam mengatakan bahwa Malaikat, Isa dan ‘Uzair berada di neraka.
Lalu Allah menurunkan firman-Nya :إن الذين سبقت لهم منا الحسنى أولئك عنها مبعدون
“Bahwasanya orang-orang yang telah ada
untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami, Mereka itu dijauhkan dari
neraka.”( Q.S.Al.Anbiyaa` : 101 )
RISALAH PENTING LAIN KARYA SYAIKH MUHAMMAD IBN ABDUL WAHHAB DALAM MASALAH PENTAKFIRAN
Risalah ini dikirimkan kepada Al-Suwaidi,
seorang ulama Iraq. Sebelumnya Al-Suwaidi mengirimkan buku dan
menanyakan mengenai apa yang diperbincangkan masyarakat. Kemudian Syaikh
menjawab dalam risalahnya:
Tersebarnya kebohongan adalah hal yang
membuat orang yang berakal merasa malu untuk menceritakannya apalagi
untuk membuat-buat hal-hal yang tidak ada faktanya. Sebagian dari apa
yang kalian katakan adalah bahwasanya saya mengkafirkan semua orang
kecuali mereka yang mengikutiku. Sungguh aneh, bagaimana mungkin
kebohongan ini masuk ke akal orang yang berakal? Dan bagaimana mungkin
seorang muslim akan melontarkan ucapan demikian?
Dan apa yang kalian katakan: Seandainya
saya mampu meruntuhkan kubah Nabi shollallaah ‘alaih wa sallam niscaya
saya akan merealisasikannya, membakar dalailul khairaat jika mampu dan
melarang bersholawat kepada Nabi dengan ungkapan sholawat apapun.
Perkataan-perkataan ini dikategorikan kebohongan. Dalam hati seorang
muslim tidak terbersit dalam hatinya sesuatu yang lebih agung melebihi
Kitabullah (Al-Qur’an).
Pada halaman 64 dari kitab yang sama
Syaikh berkata : Apa yang kalian katakan bahwa saya telah mengkafirkan
orang yang melakukan tawassul dengan orang-orang shalih, mengkafirkan
Bushoiri karena ungkapannya: Wahai makhluk paling mulia, mengingkari
diperkenankannya ziarah kubur Nabi shollallaah ‘alaih wa sallam, kuburan
kedua orang tua dan kuburan-kuburan orang lain serta mengkafirkan orang
yang bersumpah menggunakan nama selain Allah, maka jawaban saya atas
semua tuduhan ini adalah Firman Allah yang Artinya: “Maha suci Engkau (
ya Tuhan kami ), ini adalah Dusta yang besar.”( Q.S.An.Nuur : 16 )
MEMAKI ORANG ISLAM ADALAH TINDAKAN FASIQ, DAN MEMERANGINYA ADALAH TINDAKAN KUFUR
Ketahuilah bahwa membenci, memboikot dan
berseberangan dengan kaum muslimin adalah haram, memaki orang Islam
adalah tindakan fasiq dan memeranginya adalah tindakan kufur jika
menilai tindakan tersebut adalah halal.
Kisah mengenai Khalid ibn Walid bersama
pasukannya ketika menuju Bani Jadzimah untuk mengajak mereka masuk Islam
cukup digunakan untuk menolak pemahaman harfiah ( literal ) dari judul
di atas. Saat Khalid tiba di tempat mereka, mereka menyambutnya. Lalu
Khalid mengeluarkan instruksi, “Peluklah agama Islam!”. “ Kami adalah
kaum muslimin,” Jawab mereka. “ Letakkan senjata kalian dan turunlah.”
Lanjut Khalid. “Tidak, demi Allah. Karena setelah senjata diletakkan
pasti ada pembunuhan. Kami tidak bisa mempercayai kamu dan orang-orang
yang bersama kamu.” Jawab mereka kembali. “Tidak ada perlindungan buat
kalian kecuali jika kalian mau turun,” Kata Khalid. Akhirnya sebagian
kaum menuruti perintah Khalid dan sisanya tercerai berai.
Dalam
riwayat lain redaksinya sebagai berikut: Ketika Khalid tiba bertemu
mereka, mereka menyambutnya. Lalu Khalid bertanya, “Siapakah kalian?
Apakah kaum muslimin atau kaum kafir?”. “Kami adalah kaum muslimin yang
menjalankan sholat, membenarkan Muhammad, membangun masjid di tanah
lapang kami dan mengumandangkan adzan di dalamnya.” Jawab mereka. Dalam
lafadz hadits, mereka tidak bisa mengucapkan Aslamnaa , akhirnya mereka
mengatakan Shoba’naa Shoba’naa. “ Buat apa senjata yang kalian bawa?,
tanya Khalid. “Ada permusuhan antara kami dan sebuah kaum Arab. Oleh
karena itu kami khawatir kalian adalah mereka hingga kami pun membawa
senjata.” Jawab mereka. “ Letakkan senjata kalian!” Perintah Khalid.
Mereka pun mengikuti perintah Khalid untuk meletakkan senjata.
“Menyerahlah kalian semua sebagai tawanan!” Lanjut Khalid. Kemudian
Khalid menyuruh sebagian dari kaum untuk mengikat sebagian yang lain dan
membagikan mereka kepada pasukannya.
Ketika tiba waktu pagi, juru bicara
Khalid berteriak : “Siapapun yang memiliki tawanan bunuhlah ia!”. Maka
Banu Sulaim membunuh tawanan mereka. Namun kaum Muhajirin dan Anshor
menolak perintah ini. Mereka malah melepaskan para tawanan. Ketika
tindakan Khalid ini sampai kepada Nabi shollallaah ‘alaih wa sallam,
beliau berkata, “ Ya Allah, saya tidak bertanggung jawab atas tindakan
Khalid.” Beliau mengulang ucapan ini dua kali.
Ada pendapat yang menyatakan bahwa Khalid
mengira mereka mengatakan Shoba’naa Shoba’naa dengan angkuh dan menolak
tunduk kepada Islam. Hanya saja yang disesalkan Rasulullah adalah
ketergesa-gesaan dan ketidak hati-hatiannya dalam menangani kasus ini
sebelum mengetahui terlebih dulu apa yang dimaksud dengan Shoba’naa
Shoba’naa. Nabi shollallaah ‘alaih wa sallam sendiri pernah mengatakan :
نعم عبد الله أخو العشيرة خالد بن الوليد من سيوف الله سله الله على الكافرين والمنافقين
“ Sebaik-baik hamba Allah adalah saudara
kabilah Quraisy; Khalid ibn Walid, salah satu pedang Allah yang terhunus
untuk menghancurkan orang-orang kafir dan munafik”.
Persis seperti apa yang dialami Khalid
adalah peristiwa yang menimpa Usamah ibn Zaid kekasih dan putra kekasih
Rasulullah shollallaah ‘alaih wa sallam berdasarkan hadits yang
diriwayatkan Al-Bukhari dari Abi Dzibyan. Abi Dzibyan berkata, “Saya
mendengar Usamah ibn Zaid berkata, “Rasulullah shollallaah ‘alaih wa
sallam mengirim kami ke desa Al-Huraqah. Kemudian kami menyerang mereka
di waktu pagi dan berhasil mengalahkan mereka. Saya dan seorang
laki-laki Anshar mengejar seorang laki-laki Bani Dzibyan.
Ketika kami berdua telah mengepungnya
tiba-tiba ia berkata, “La Ilaaha illallah”. Ucapan laki-laki ini membuat
temanku orang Anshor mengurungkan niat untuk membunuhnya namun saya
menikamnya dan diapun mati. Ketika kami tiba kembali di Madinah, Nabi
shollallaah ‘alaih wa sallam telah mendengar informasi tentang tindakan
pembunuhan yang saya lakukan. Beliau pun berkata, “ Wahai Usamah!
Mengapa engkau membunuhnya setelah dia mengatakan La Ilaaha illallah?”
“Dia hanya berpura-pura,” Jawabku. Nabi mengucapkan pertanyaannya
berulang-ulang sampai-sampai saya berharap baru masuk Islam pada hari
tersebut.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa
Rasulullah shollallaah ‘alaih wa sallam berkata kepada Usamah, “Mengapa
tidak engkau robek saja hatinya agar kamu tahu apakah dia
sungguh-sungguh atau berpura-pura?”. “Saya tidak akan pernah lagi
membunuh siapapun yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah”.
Kata Usamah.
Sayyidina Ali radhiyallaah ‘anhu pernah
ditanya mengenai kelompok-kelompok yang menentangnya, “Apakah mereka
kafir ?”. “Tidak,” jawab Ali, “Mereka adalah orang-orang yang menjauhi
kekufuran”. “Apakah mereka kaum munafik ?”. “Bukan, orang-orang munafik
hanya sekelebat mengingat Allah sedang mereka banyak mengingat Allah”.
“Terus siapakah mereka ?” Ali kembali ditanya. “Mereka adalah kaum yang
terkena fitnah yang mengakibatkan mereka buta dan tuli”, jawab Ali.
Semoga bermanfaat.
Sumber https://jundumuhammad.wordpress.com
oke
ReplyDelete